Rabu, 23 Desember 2009

Puisi Ini Tak Berjudul

dingin sempat terasa menampar

tadi di malam ini

namun kehangatan kini mulai

menyelimuti diri meski

masih jua menerpa

dingin yang tadi

menemani heningnya malam

(ada gemericik air terdengar meski

tak gerimis, tak hujan)


1995

Tujuh Belas Tahun

Tujuh belas delapan belas tahun silam

Kau adalah gadis cantik yang paling kukagumi

Yang paling kerap bikinku berbunga-bunga di hati

Yang paling sering kutulis namanya di diary

Padahal yang kulakukan sebatas memandangimu

Kadang kurasa kau balas menatapku

Selebihnya kita hanya diam membisu

Sehingga tiada apa pun terjadi

Kemudian begitu saja kau pergi

Dan kabar tentangmu tak kutahu lagi


Tujuh belas tahun kemudian

Tanpa kuduga kita kembali berjumpa

Walau sementara lewat tulisan belaka

Setidaknya kita telah saling menyapa

Selayaknya memang jika kau lupakan diriku

Kau pun tak tahu aku pernah menyanjungmu

Sampai akhirnya kuungkapkan rahasia itu

Tersuratlah lagi sebuah cerita

Tapi belum jelas temanya apa

Biarkan waktu nanti menjawabnya


2009

Rabu, 09 Desember 2009

Mengulur Masa Mengukur Rasa

mengulur masa mengukur rasa

tak lelah jua tapak melangkah

menyeberang samudera menerjang wewana

mestinya hingga bersua pula

selama ini apa dicari


mengulur masa mengukur rasa

tak letih tapak tertatih

tak jenuh jua tapak menjauh


2009

Selasa, 01 Desember 2009

Okelah Kalau Begitu (Jawaban Ilahi)

- lanjutan dari "Apakah Takdir Itu Adalah Kamu?" -

Barangkali cukup jelas sudah jawaban Ilahi atas pertanyaan yang kuajukan tempo hari. Seseorang yang kusuka, ingin sekadar kukenal dia, ternyata tak sudi jika kutahu namanya. Barangkali dia sungguh menjaga harga diri serta menjaga kesetiaan atas komitmen yang telah dibangun bersama kekasihnya (jika dia punya). Dan memang tiada rasa berbeda –seperti yang sekejab kumiliki- ketika dia melihat sosokku. Setidaknya telah kucoba maju melangkah. Kendati hasilnya di luar harapan, tapi tetap kusyukuri dapat kutatap senyuman indah di wajahnya dari dekat dan kudengar suara merdu yang kata-katanya khusus untukku. Aku biasa saja menerimanya tanpa terlalu kecewa. Barangkali dia terlalu mulia bagiku, memang bukan pasangan jiwa yang mesti kucari lagi entah adanya di mana dia kini. Tak bakal lantas kubenci dia, bahkan akan tetap tersenyumlah aku sekiranya bertemu dia kembali. Okelah kalau begitu.


2009